Perkembangan Peserta Didik: Penyesuaian Diri Dan Permasalahannya


PENYESUAIAN DIRI DAN PERMASALAHANNYA

Penyesuaian diri adalah proses bagaimana individu mencapai keseimbangan diri dalam memenuhi kebutuhan sesuai dengan lingkungannya. Penyesuaian diri secara sempurna tentu saja tidak dapat diraih karena banyak hal, terutama dalam hal pencapaian keinginan atau keperluan yang tidak bisa terpenuhi. Maka dari itu penyesuaian diri lebih bersifat sepanjang hayat karena manusia terus menerus berupaya akan menemukan pencapaian kebutuhannya dimana dalam prosesnya manusia akan mengalami berberapa tekanan dan tantangan hidup disekililingnya untuk mencapai pribadi yang sehat.
A.  Penyesuaian Diri yang Baik
            Seseorang dikatakan memiliki kemampuan penyesuaian diri yang baik atau yang dalam istilah aslinya disebut “well adjusted person” adalah manakala individu itu mampu melakukan respons-respons yang matang, efisien, memuaskan, dan sehat. Dikatakan efisien artinya mampu melakukan respons dengan mengeluarkan tenaga dan waktu sehemat mungkin. Dikatakan sehat artinya respons-respons yang dilakukan individu cocok dengan hakikat individu, lembaga, atau kelompok individu, dan hubungan antara individu dengan penciptanya. Bahkan,dapat dikatakan bahwa sifat sehat ini adalah gambaran karakteristik yang paling menonjol untuk melihat atau menentukan bahwa suatu penyesuaian diri itu dikatakan baik.
Dengan demikian, individu yang dipandang mempunyai penyesuaian diri yang baik adalah yang telah belajar mereaksi terhadap dirinya dan lingkungannya dengan cara-cara yang matang, efisien, memuaskan, dan sehat serta dapat mengatasi konflik mental, frustasi, serta kesulitan pribadi dan social tanpa mengembangkan perilaku simptomatik dan gangguan psikosomatik yang mengganggu tujuan-tujuan moral, social, agama, dan pekerjaan.


B.  Proses Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri adalah proses bagaimana individu mencapai keseimbangan diri dalam memenuhi kebutuhan sesuai dengan lingkungan. Seperti kita ketahui bahwa penyesuaian yang sempurna tidak pernah tercapai.Penyesuaian yang sempurna terjadi jika manusia/individu selalu dalam keadaan seimbang antara dirinya dengan lingkungannya di mana tidak ada lagi kebutuhan yang tidak terpenuhi, dan di mana semua fungsi organisme/individu berjalan normal.
Sekali lagi, bahwa penyesuaian yang sempuna seperti itu tidak pernah dapat dicapai. Karena itu penyesuaian diri lebih bersifat suatu proses sepanjang hayat (lifelong process), dan manusia terus-menerus berupaya menemukan dan mengatasi tekanan dan tantangan hidup guna mencapai pribadi yang sehat.
Respon penyesuaian, baik atau buruk, secara sederhana dapat dipandang sebagai upaya individu untuk mereduksi atau menjauhi ketegangan dan memelihara kondisi-kondisi keseimbangan yang lebih wajar. Penyesuaian adalah suatu proses kearah hubungan yang harmonis antara tuntutan internal dan tuntutan eksternal. Dalam proses penyesuaian diri dapat saja muncul konflik, tekanan, dan frustasi, dan individu didorong meneliti berbagai kemungkinan perilaku untuk membebaskan diri dari ketegangan.
Apakah seseorang berhadapan dengan penyesuaian sehari-hari yang sederhana, atau suatu penyesuaian yang rumit, terdapat suatu pola dasar yang terdiri dari elemen-elemen tertentu. Contoh: seorang anak yang membutuhkan rasa kasih sayang dari ibunya yang terlalu sibuk dengan tugas-tugas lain. Anak akan frustasi dan berusaha sendiri menemukan pemecahan untuk mereduksi ketegangan/kebutuhan yang belum terpenuhi. Dia mungkin mencari kasih sayang dimana-mana, atau mengisap jarinya, atau bahkan tidak berupaya sama sekali, atau makan secara berlebihan, sebagai respon pengganti bila kebutuhan-kebutuhan tidak terpenuhi secara wajar.
Dalam beberapa hal, respon pengganti tidak tersedia, sehingga individu mencari suatu respon lain yang akan memuaskan motivasi dan mereduksi ketegangan.
Individu dikatakan berhasil dalam melakukan penyesuaian diri apabila ia dapat memenuhi kebutuhannya dengan cara-cara yang wajar atau apabila dapat diterima oleh lingkungan tanpa merugikan atau mengganggu lingkungannya.
C.  Karakteristrik Penyesuaian Diri Remaja
Sesuai dengan kekhasan perkembangan fase remaja, maka penyesuaian diri dikalangan remaja pun memiliki karakteristik yang khas pula. Adapun 7 karakteristik penyesuaian diri remaja, yaitu :
1.      Penyesuaian diri remaja terhadap peran dan identitasnya
Pesatnya perkembangan fisik dan psikis, seringkali menyebabkan remaja mengalami krisis peran dan identitas. Sesungguhnya, remaja senantasa berjuang agar dapat memainkan perannya sesuai dengan perkembangan masa peralihannya dari masa anak-anak menjadi masa dewasa. Tujuannya adalah memperoleh identitas diri yang semakin jelas dan dapat dimengerti serta diterima oleh lingkungannya, baik lingkungan keluarga, sekolah, ataupun masyarakat. Dalam konteks ini, penyesuaian diri remaja secara khas berupaya untuk dapat berperan sebagai subjek yang kepribadiannya memang berbeda dengan anak-anak ataupun orang dewasa.
2.      Penyesuaian diri remaja terhadap pendidikan
Krisis identitas atau mas topan dan badai pada diri remaja seringkali menimbulkan kendala dalam penyesuaian diri terhadap kegiatan belajarnya. Pada umumnya, remaja sebenarnaya mengetahui bahwa untuk menjadi orang yang sukses harus rajin belajar. Namun, karena dipengaruhi oleh upaya pencarian identitas diri yang kuat menyebabkan mereka sering kali lebih senang mencari kegiata-kegiatan selain belajar tetapi menyenangkan bersama-sama dengan kelompoknya. Akibatnya, yang muncul dipermukaan adalah sering kali ditemui remaja tampak malas dan tidak disiplin dalam belajar. Tidak jarang remaja ingin sukses dalam menempuh pendidikan, tetapi dengan cara mudah dan tidak perlu bersusah paah belajar.  Jadi, dalam konteks ini, pada dasarnya penyesuaian diri remaja secara khas berjuang ingin meraih sukses dalam studi, tetapi dengan cara-cara yang menimbulkan perasaan bebas dan senag, terhindar dari tekanan dan konflik, atau bahkan frustasi
3.      Penyesuaian diri remaja terhadap kehidupan seks
Secara fisik, remaja telah mengalami kematangan pertumbuhan fungsi seksual sehingga perkembangan dorongan seksual juga semakin kuat. Ini berate remaja perlu menyesuaikan penyaluran kebutuhan seksualnya dalam batas-batas penerimaan moral dan agama sehingga terbebas dari kecemasan psikoseksual. Jadi, secara khas, penyesuaian diri dalam konteks ini adalah ingin memahami kondisi seksual dirinya dan lawan jenisnya serta mampu bertindak untuk menyalurkan dorongan seksualnya yang dapat dimengerti dan dibenarkan oleh norma dan agama.
4.      Penyesuaian Diri Remaja Terhadap Norma Social
Dalam kehidupan keluarga, sekolah, maupun masyarakat tentunya memiliki ukuran-ukuran dasar yang dijunjung tinggi mengenai apa yang dikatakan baik atau buruk, benar atau salah,dan yag boleh atau tidak boleh dilakukan, dlam bentuk norma-norma, hokum, nilai-nilai moral, sopan santun, maupun adat istiadat. Berbagai bentuk aturan pada sekelompok masyarakat tertentu belum tentu dapat diterima oleh kelompok masyarakat yang lain. Remaja yang cerderung membentuk dan memiliki kesepakatan tauran tersendiri yang kadang-kadang kurang dapat dimengerti oleh lingkungan masyarakat diluar kelompok remaja tersebut. Dalam konteks ini, penyesuaian diri remaja terhadapa norma social mengarah pada dua dimensi. Pertama, remaja ingin diakui kehadirannya didalam masyarakat luas, yang berarti remaja harus mampu menginternalisasikan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. Kedua, remaja ingin bebas menciptakan atura-aturan tersendiri yang lebih cocok untuk kelompoknya, tetapi menuntut agar dapat dimengerti dan diterima oleh masyarakat dewasa. Ini dapat diartikan bahwa perjuangan penyesuaian diri remaja terhadap norma social adalah ingin menginteraksikan antara dorongan untuk bertindak bebas dengan tuntutan norma social pada masyaraka. Tujuannya adalah agar dapat terwujud internalisasi norma, baik pada kelompok remaja itu sendiri, lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat luas.
5.      Penyesuaian Diri Remaja Terhadap Penggunaan Waktu Luang
Waktu luang, bagi remaja merupakan kesempatan untuk memenuhi dorongan bertindak bebas. Namun, disisi lain remaja dituntun mampu menggunakan waktu luangnya untu kegiatan-kegiatan yang bermanfaat bagi dirinya maupun orang lain. Jadi, dlam konteks ini, upaya penyesuaian diri remaja adalah melakukan penyesuaian antara dorongan kebebasannya serta inisiatif dan kreativitasnya dengan kegiata-kegiatan yang bermanfaat. Dengan demikian, penggunaan waktu luang akan menunjang pengembangan diri dan manfaat social.
6.      Penyesuaian Diri Remaja Terhadap Penggunaan Uang
Dalam kehidupannya, remaja juga berupaya untuk memenuhi dorongan social yang memerlukan dukungan uang. Karena remaja sesungguhnya belum sepenuhnya bias mandiri, maka dalam masalah uang ini biasanya memperoleh jatah dari orang tua sesuai dengan kemampuan keluarganya. Rangsangan, tantangan, tawaran, inisiatif, kreativitas, petualangan, dan kesempatam-kesempatan yang diterima dari orang tuanya menjadi tidak cukup. Oleh sebab itu, dalam konteks ini perjuangan penyesuaian diri remaja adlaah berusaha untuk mampu bertindak secara propesional, meakukan penyesuaian antara kelayakan pemenuhan kebutuhannya dengan kondisi ekonomi orang tuanya. Dengan upaya penyesuaian diri sedemikian itu diharapkan penggunaan uang akan menjadi efektif dan efisien serta tidak menimbulkan kegoncangan pada diri remaja itu sendiri.
7.      Penyesuaian Diri Remaja Terhadap Kecemasan, Konflik, Dan Frustasi
Karena proses perkembangan yang sangat dinamis, remaja seringkali dihadapkan pada kecemasan, konflik, dan frustasi. Strategi yang digunakan dalam penyesuaian diri dengan kecemasan, konflik, dan frustasi tersebut biasanya melalui suatu mekanisme yang oleh Sigmund Freud disebut dengan mekanisme pertahanan diri (defence mechanisme), seperti : kompensasi, rasionaliasi, proyeksi, sublimasi, identifikasi, regresi, dan fiksasi. Cara-cara yang ditempuh tersebut ada yang cenderung negative atau kurang sehat dan ada pula yang relative positif, misalnya sublimasi. Dalam batas-batas kewajaran dan situasi tertentu untuk sementara cara-cara tersebut memang masih memberikan manfaat dalam upaya penyesuaian diri remaja. Namun, jika cara-cara mekanisme pertahanan diri itu seringkali ditempuh dan menjadi kebiasaan, maka akan menjadi tidak sehat.
D.  Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Penyesuaian Diri Remaja
Penyesuaian diri dipengaruhi oleh banyak faktor, secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri remaja menurut Hariyadi, dkk (1995:110) dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu :
1)   Faktor internal:
a)    Faktor motif, yaitu motif-motif sosial seperti motif berafiliasi, motif berprestasi dan motif mendominasi.
b)   Faktor konsep diri remaja, yaitu bagaimana remaja memandang dirinya sendiri, baik dari aspek fisik, psikologis, sosial maupun aspek akademik. Remaja dengan konsep diri tinggi akan lebih memiliki kemampuan untuk melakukan penyesuaian diri yang menyenangkan dibanding remaja dengan konsep diri rendah, pesimis ataupun kurang yakin terhadap dirinya.
c)   Faktor persepsi remaja, yaitu pengamatan dan penilaian remaja terhadap objek, peristiwa dan kehidupan, baik melalui proses kognisi maupun afeksi untuk membentuk konsep tentang objek tersebut.
d)  Faktor sikap remaja, yaitu kecenderungan remaja untuk berperilaku positif atau negatif. Remaja yang bersikap positif terhadap segala sesuatu yang dihadapi akan lebih memiliki peluang untuk melakukan penyesuaian diri yang baik dari padaremaja yang sering bersikapnegatif.
e)   Faktor intelegensi dan minat, intelegensi merupakan modal untuk menalar. Manganalisis, sehingga dapat menjadi dasar dalam melakukan penyesuaian diri. Ditambah faktor minat, pengaruhnya akan lebih nyata bila remaja telah memiliki minat terhadap sesuatu, maka proses penyesuaian diri akan lebih cepat.
f)    Faktor kepribadian, pada prinsipnya tipe kepribadian ekstrovert akan lebih lentur dan dinamis, sehingga lebih mudah melakukan penyesuaian diri dibanding tipe kepribadian introvert yang cenderung kaku dan statis.
2). Faktor eksternal
a)  Faktor keluarga.
Terutama pola asuh orang tua. Pada dasarnya pola asuh demokratis dengan suasana keterbukaan akan lebih memberikan peluang bagi remaja untuk melakukan proses penyesuaian diri secara efektif.
b)  Faktor kondisi sekolah.
Kondisi sekolah yang sehat akan memberikan landasan kepada remaja untuk dapat bertindak dalam penyesuaian diri secara harmonis.
c)  Faktor kelompok sebaya.
Hampir setiap remaja memiliki teman-teman sebaya dalam bentuk kelompok. Kelompok teman sebaya ini ada yang menguntungkan pengembangan proses penyesuaian diri tetapi ada pula yang justru menghambat proses penyesuaian diri remaja.
d)  Faktor prasangka sosial.
Adanya kecenderungan sebagian masyarakat yang menaruh prasangka terhadap para remaja, misalnya memberi label remaja negatif, nakal, sukar diatur, suka menentang orang tua dan lain-lain, prasangka semacam itu jelas akan menjadi kendala dalam proses penyesuaian diri remaja.
e)  Faktor hukum dan norma sosial.
Bila suatu masyarakat benar benar konsekuen menegakkan hukum dan norma-norma yang berlaku maka akan mengembangkan remaja-remaja yang baik penyesuaian dirinya.
E.  Implikasi Proses Penyesuaian Diri Remaja
Lingkungan sekolah mempunyai pengaruh yang besar terhadap perkembangan jiwa remaja. Sekolah selain mengemban fungsi pengajaran juga fungsi pendidikan (transformasi norma). Dalam kaitannya dengan pendidikan ini, peranan sekolah pada hakikatnya tidak jauh dari peranan keluarga, yaitu sebagai rujukan dan tempat perlindungan jika anak didik mengalami masalah.
Oleh karena itulah disetiap sekolah lanjutan ditunjuk wali kelas yaitu guru-guru yang akan membantu anak didik jika mereka menghadapi kesulitan dalam pelajarannya dan guru-guru bimbingan dan penyuluhan untuk membantu anak didik yang mempunyai masalah pribadi,dan masalah penyesuaian diri baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap tuntutan sekolah.
Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk memperlancar proses penyesuaian diri remaja khususnya di sekolah adalah:
a)      Menciptakan situasi sekolah yang dapat menimbulkan rasa “betah” (at home) bagi anak didik, baik secara sosial, fisik maupun akademis.
b)      Menciptakan suasana belajar mengajar yang menyenangkan bagi anak.
c)      Usaha memahami anak didik secara menyeluruh, baik prestasi belajar, sosial, maupun seluruh aspek pribadinya.
d)       Menggunakan metode dan alat mengajar yang menimbulkan gairah belajar.
e)      Menggunakan prosedur evaluasi yang dapat memperbesar motivasi belajar. Karena di sekolah guru merupakan figure pendidik yang penting dan besar pengaruhnya terhadap penyesuaian siswa-siswanya, maka dituntut sifat-sifat guru yang efektif, yakni sebagai berikut (Ryans dalam Garrison, 1956).
f)        Memberi kesempatan (alert), tampak antusias dan berminat dalam aktivitas siswa dan kelas.
g)      Ramah (cheerful) dan optimistis.
h)      Mampu mengontrol diri, tidak mudah kacau (terganggu), dan teratur tindakannya.
i)       Senang kelakar, mempunyai rasa humor.
j)       Mengetahui dan mengakui kesalahan-kesalahannya sendiri.
F.  Permasalahan Dalam Penyesuaian Diri Remaja
Di antara persoalan terpentingnya yang dihadapi remaja dalam kehidupan sehari-hari dan yang menghambat penyesuaian diri yang sehat adalah hubungan remaja dengan orang dewasa terutama orang tua. Tingkat penyesuaian diri dan pertumbuhan remaja sangat tergantung pada sikap orang tua dan suasana psikologi dan sosial dalam keluarga.
Sebagai contoh, sikap orang tua yang menolak. Penolakan orang tua terhadap anaknya dapat dibagi menjadi dua macam.Pertama, penolakan mungkin merupakan penolakan tetap sejak awal, dimana orang tua merasa tidak sayang kepada anaknya, karena berbagai sebab, mereka tidak menghendaki kelahirannya. Menurut Boldwyn: “Bapak yang menolak anaknya berusaha menundukkan anaknya dengan kaidah-kaidah kekerasan, karena itu ia mengambil ukuran kekerasan, kekejaman tanpa alasan nyata.” Jenis kedua, dari penolakan adalah dalam bentuk berpura-pura tidak tahu keinginan anak.
Penyesuaian diri remaja dengan kehidupan di sekolah. Permasalahan penyesuaian diri di sekolah mungkin akan timbul ketika remaja mulai memasuki jenjang sekolah yang baru, baik sekolah lanjutan pertama maupun sekolah lanjutan atas. Mereka mungkin mengalami permasalahan penyesuaian diri dengan guru-guru, teman, dan mata pelajaran. Sebagai akibat antara lain adalah belajar menjadi menurun dibanding dengan prestasi di sekolah sebelumnya.
Permasalahan lain yang mungkin timbul adalah penyesuaian diri yang berkaitan dengan belajar yang baik. Bagi siswa yang baru masuk sekolah lanjutan mungkin mengalami kesulitan dalam membagi waktu belajar, yakni adanya pertentangan antara belajar dan keinginan untuk ikut aktif dalam kegiatan sosial, kegiatan ekstrakulikuler, dan sebagainya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Strategi Pembelajaran Induktif dan Deduktif

Perkembangan Peserta Didik: Kebutuhan dan Pemenuhannya

Perkembangan Peserta Didik: Perkembangan Bakat Khusus