Perkembangan Peserta Didik: Perkembangan Kemandirian


PERKEMBANGAN KEMANDIRIAN PESERTA DIDIK

A.  Pengertian Kemandirian
Istilah ”kemandirian” berasal dari kata dasar diri yang mendapat awalan ”ke”  dan akhiran ”an”, kemudian membentuk satu kata keadaan atau kata benda. Karena kemandirian berasal dari kata dasar ”diri”, maka pembahasan mengenai kemandirian tidak bisa lepas dari pembahasan tentang perkembangan diri itu sendiri, yang dalam konsep Carl Rogers disebut dengan istilah self, karena diri itu merupakan inti dari kemandirian. Konsep yang sering digunakan atau berdekatan dengan kemandirian adalah autonomy.
Menurut Chaplin (2002), otonomi atau kemandirian adalah kebebasan individu manusia untuk memilih  menjadi kesatuan yang bisa memerintah, menguasai, dan menentukan dirinya sendiri. Sedangkan Seifert dan Hoffnung (1994) mendefinisian otonomi atau kemandirian sebagai “the ability to govern and regulate one’s own thoughts,feelings, and actions freely and responssibly while overcoming feeling of shame and doubt”
Erikson (1989), menyatakan kemandirian adalah usaha untuk melepaskan diri dari orangtua dengan maksud untuk menemukan dirinya melalui proses mencari identitas ego yaitu merupakan perkembangan kea rah individualitas yang mantap dan berdiri sendiri. Kemandirian biasanya ditandai dengan kemapuan menentukan nasib sendiri, kreatif dan inisiatif, mengatur tingkah laku, bertanggung jawab, mampu menahan diri, dan lain lain. Kemandirian merupakan suatu sikap otonomi dimana peserta didik secara relatif bebas dari pengaruh penilaian, pendapat dan keyakinan orang lain. Dengan otonomi tersebut, peserta didik diharapkan akan lebih bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kemandirian atau otonomi adalah kemampuan untuk mengendalikan dan mengatur pikiran, perasaan dan tindakan sendiri secara bebas serta berusaha sendiri untuk mengatasi perasaan-perasaan malu dan keragu-raguan.
Secara singkat dapat disimpulkan bahwa kemandirian mengadung pengertian :
a.         Suatu kondisi dimana seseorang memiliki hasrat bersaing untuk maju demi kebaikan dirinya sendiri.
b.        Mampu mengambil keputusan dan inisiatif untuk mengatasi masalah yang dihadapi.
c.         Memiliki kepercayaan diri dan melaksanakan tugas-tugasnya.
d.        Bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya.

B.  Bentuk-Bentuk Kemandirian
Robert Havighurst (1972) membedakan kemandirian atas empat bentuk kemandirian yaitu:
a)             Aspek Emosi, aspek ini ditunjukan dengan adanya kemampuan untuk dirinya mengatur emosinya sendiri.
b)             Aspek Ekonomi, aspek ini ditunjukan dengan adanya kemampuan untuk mengatur dan mengelola kebutuhan dirinya sendiri secara ekonomis.
c)             Aspek Intelektual, aspek ini ditunjukan dengan kemampuan untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi.
d)             Aspek Sosial, aspek ini ditunjukan dengan kemampuan untuk mengadakan interaksi dengan orang lain dan tidak tergantung kepada orang lain.
 Semantara itu, Steiberg (1993) membedakan karakteristik kemadirian atas tiga bentuk, yaitu :
1)       Kemandirian emosional (emotional autonomy)
2)       Kemandirian tingkah laku ( behavioral autonomy ) .
3)       Kemandirian nilai (value autonomy )
 Lengkapnya Steinberg menulis :
 “The first emotional autonomy-that aspec of independence related to changes in the individual’s close relationship,especially with parent. The second behavioral autonomy-the capacity to make independent decisionis and follow trough with them. The third characterization involves and aspec of independence referred to us value autonomy-wich is more than simply being able to resist preassures to go along with the demands of other, its means having a set a principles about right and wrong, about what is important and what is not.”
 Kutipan di atas menunjukan karakteristik dari ketiga aspek kemandirian, yaitu  :
a.        Kemandirian emosional yakni aspek kemandirian yang menyatakan perubahan kedekatan hubungan emosional antar individu,
b.        Kemandirian tingkah laku, yakni suatu kemampuan untuk membuat keputusan-keputusan tanpa tergantung pada orang lain dan melakukannya secara bertanggung jawab.
c.        Kemandirian nilai, yakni kemandirian memaknai suatu hal tentang benar dan salah, tentang yang penting dan apa yang tidak penting.

C.  Tingkatan dan Karakteristik / Ciri-Ciri Kemandirian Peserta Didik
Sebagai suatu dimensi psikologi yang kompleks, kemandirian dalam perkembangannya memiliki tingkatan-tingkatan. Perkembangan kemandirian seseorang berlangsung secara bertahap sesuai dengan tingkat perkembangan kemandirian tersebut. Menurut Lovinger (dalam Sunaryo Kartadinata,1988), mengemukakan tingkatan kemandirian dan karakteristiknya, yaitu:

1.    Tingkat pertama, adalah tingkatan implusif dan melindungi diri. Tingkatan ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
a)              Peduli terhadap kontrol dan keuntungan yang dapat diperoleh dari interaksinya dengan orang lain.
b)              Mengikuti aturan secara spontanistik dan hedonistic.
c)              Berfikir tidak logis dan tertegun pada cara berfikir tertentu ( stereotype).
d)              Cenderung melihat kehidupan sebagai zero-sum games.
e)              Cenderung menyalahkan dan mencela orang lain serta lingkunganya.

2.    Tingkat kedua, adalah konformistik. Ciri-cirinya adalah :
a)   Peduli terhadap penampilan diri dan penerimaan social.
b)   Cenderung berfikir stereotype dan klise.
c)   Peduli akan konformitas terhadap aturan eksternal.
d)   Bertindak dengan motif yang dangkal untuk memperoleh pujian.
e)   Menyamakan diri dalam ekspresi emosi dan kurangnya intropeksi.
f)   Perbedaan kelompok didasarkan atas ciri-ciri eksternal.
g)   Takut tiadak diterima kelompok.
h)   Tidak sensitif terhadap keindividualan.
i)   Merasa berdosa jika melanggar aturan.

3.    Tingkatan ketiga, adalah tingkat sadar diri. Ciri-cirinya adalah:
a)   Mampu berfikir alternatif.
b)   Melihat harapan dan berbagai kemungkinan dalam situasi.
c)   Peduli untuk mengambil mamfaat dari kesempatan yang ada.
d)   Menekankan pada pentingnya memecahkan masalah.
e)   Memikirkan cara hidup.
f)   Penyesuaian terhadap situasi dan peranan.

4.    Tingkat keempat, adalah tingkat saksama (conscientious). Ciri-ciri nya adalah :
a)           Bertindak atas dasar nilai-nilai internal.
b)          Mampu melihat diri sebagai pembuat ilihan dan pelaku tindakan.
c)           Mampu melihat keragaman emosi, motif, dan perspektif diri sendiri maupun orang lain.
d)          Sadar akan tanggung jawab.
e)           Mampu melakukan kritik dan penilaian diri.
f)           Peduli akan hubungan mutualistik
g)          Memiliki tujuan jangka panjang.
h)          Cenderung melihat peristiwa dalam konteks sosial.
i)            Berfikir lebih kompleks dan atas dasar pola analisis.


5.    Tingkat kelima, tingkat individualitas. Ciri-cirinya:
a)      Peningkatan kesadaran individualitas.
b)      Kesadaran akan konflik emosional antara kemandirian dan ketergantungan.
c)      Menjadi lebih toleran terhadap diri sendiri dan orang lain.
d)      Mengenal eksistensi perbedaan individual.
e)      Mampu bersikap toleran terhadap pertentangan dalam kehidupan.
f)       Memberi kehidupan internal dengan kehidupan luar dirinya.
g)      Mengenal kompleksitas diri.
h)      Peduli akan perkembangan dan masalah-masalah sosial.

6.    Tingkat keenam, adalah tingkat mandiri. Ciri-cirinya:
a)      Memiliki pandangan hidup sebagai suatu keseluruhan.
b)      Cenderung bersikap realistik dan objektif terhadap diri sendiri dan orang lain.
c)      Peduli terhadap pemahaman abstrak, seperti keadilan sosial.
d)      Mampu mengintekresikan nilai-nilai yang bertentangan.
e)      Toleran terhadap ambiguitas.
f)       Peduli akan pemenuhan diri (self-fulfilment).
g)      Ada keberanian untuk menelesaikan konflik internal.
h)      Responssif terhadap kemandirian orang lain.
i)       Sadar akan adanya saling ketergantungan dengan orang lain.
j)       Mampu mengekspresikan perasaan dengan penuh keyakinan dan keceriaan.

D.  Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemandirian
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian adalah :
1.    Gen atau keturunan orang tua.
Orang tua yang memiliki sifat kemandirian tinggi seringkali menurunkan anak yang memiliki kemandirian juga. Namun, faktor keturunan ini masih menjadi perdebatan karena ada yang berpendapat bahwa sesungguhnya bukan sifat kemandirian orang tuanya itu menurun kepada anaknya, melainkan sifat orang tuanya muncul berdasarkan cara orang tua mendidik anaknya.
2.    Umur
Anak mulai menampakkan perilaku mandiri pada sekitar usia dua sampai tiga tahun. Kemandirian pada usia kanak-kanak ditandai dengan adanya kemampuan anak untuk dapat makan sendiri, berpakaian sendiri dan ke kamar mandi sendiri. Anak nantinya akan tumbuh menjadi remaja dimana ketika usia remaja anak berusaha untuk lepas dari pengawasan orang tua dan mulai belajar memutuskan sendiri apa yang baik untuknya. Jadi dengan bertambahnya umur maka seseorang akan semakin tidak tergantung kepada orang lain dan mampu secara mandiri menentukan arah hidupnya sendiri.
3.    Jenis kelamin
Perbedaan perlakuan yang diberikan oleh orang tua menyebabkan perbedaan terbentuknya kemandirian antara remaja putra dengan remaja putri. Perbedaan kemandirian remaja putra dan putri juga disebabkan karena adanya perbedaan stereotipe bahwa remaja putra dan remaja putri memiliki peranan yang berbeda di masyarakat. Menurut penelitan Kimmel (dalam Soetjipto, 1989) menunjukkan bahwa masyarakat menganggap remaja putri terlihat kurang mandiri daripada remaja putra karena remaja putri lebih dipandang lebih bersikap kurang percaya diri, tidak ambisius dan sangat tergantung. Berbeda dengan remaja putra yang dipandang lebih dominan, aktif, lebih percaya diri dan ambisius. Jadi perbedaan perlakuan dan stereotipe antara peran pria dan wanita di dalam kehidupan bermasyarakat membuat perbedaan dalam perkembangan kemandirian antara anak laki-laki dan perempuan.
4.    Pola asuh orang tua.
Cara orang tua yang mengasuh atau mendidik anak akan mempengaruhi perkembangan kemandirian anak. Orang tua yang terlalu banyak melarang atau mengeluarkan kata “jangan“ kepada anak tanpa disertai penjelasan yang rasional akan menghambat perkembangan kemandirian anak. Sebaliknya, orang tua yang menciptakan suasana aman dalam interaksi keluarganya akan dapat mendorong kelancaran perkembangan anak. Demikian juga, orang tua yang cenderung sering membanding-bandingkan anak yang satu dengan yang lainnya juga akan berpengaruh kurang baik terhadap perkembangan kemandirian anak.
5.    Sistem pendidikan di sekolah.
Proses pendidikan di sekolah yang tidak mengem-bangkan demokratisasi pendidikan dan cenderung menekankan indoktrinasi tanpa argumentasi akan menghambat perkembangan kemandirian anak. Demikian juga, proses pendidikan yang banyak menekankan pentingnya pemberian sanksi atau hukuman (punishment) juga dapat menghambat perkembangan kemandirian anak. Sebaliknya, proses pendidikan yang lebih menekankan pentingnya penghargaan terhadap potensi anak, pemberian reward, dam penciptaan kompetisi positif akan memperlancar perkembangan kemandirian anak.



6.    Sistem kehidupan di masyarakat.
Sistem kehidupan masyarakat yang terlalu menekankan pentingnya hierarki struktur sosial, merasa kurang aman atau mencekam serta kurang menghargai manifestasi potensi anak dalam kegiatan produtif dapat menghambat kelancaran perkembangan kemandirian anak. Sebaliknya, lingkungan masyarakat yang aman, menghargai ekspresi potensi anak dalam bentuk berba-gai kegiatan, dan tidak terlalu hierarkis akan merangsang dan mendorong perkembangan kemandirian anak.

E.  Pentingnya Kemandirian bagi Peserta Didik
Pengembangan kemandirian menjadi sangat penting karena dewasa ini semakin terlihat gejala-gejala negatif sebagai berikut :
1)        Ketergantungan disiplin kepada kontrol dari luar dan bukan karena niat sendiri secara ikhlas. Dewasa ini rasanya semakin sulit menemukan kedisiplinan, baik di jalanan, di kantor, dan berbagai lembaga atas situasi lain yang memang muncul secara ikhlas dari dalam hati nurani yang bersih
2)        Sikap tidak peduli terhadap lingkungan hidup, baik lingkungan fisik maupun social. Gejala perusakan lingkungan, baik yang daoat diperbarui maupun tidak diperbarui semakin tak terkendali, yang penting mendapatkan keuntungan financial
3)        Sikap hidup konformistik tanpa pemahaman dan kompromistik dengan mengorbankan prinsip. Kecenderungan untuk mematuhi dan menghormati orang lain semakin dilandasi bukan oleh hakikat kemanudiaan sejati melainkan hanya karena atribut-atribut sementara yang dimiliki oleh orang lain.
Gejala-gejala tersebut merupakan bagian kendala utama mempersiapkan individu-individu yang mengarungi kehidupan masa mendatang yang semakin kompleks dan penuh tantangan. Oleh sebab itu, perkembangan kemandirian peserta didik menuju kearah kesempurnaan menjadi sangat penting untuk dilakukan secara serius, sistematis dan terprogram. (Baharuddin. 2009)

F.   Perkembangan Kemandirian Peserta Didik dan Implikasinya bagi Pendidikan
Kemandirian peserta didik adalah bakat kecakapan yang dimiliki peserta didik, ini sangat berkaitan dengan pendidikan. Oleh sebab itu pendidikan di sekolah perlu melakukan upaya-upaya pengembangan kemandirian peserta didik, diantaranya :
·         Mengembangkan proses belajar mengajar yang demokratis, yang memungkinkan anak merasa dihargai.
·         Mendorong anak untuk berpartisipasi aktif dalam pengambilan keputusan dan dalam berbagai kegiatan sekolah.
·         Memberi kebebasan kepada anak untuk mengeksplorasi lingkungan , mendorong rasa ingin tahu mereka.
·         Peneriman positif tanpa syarat kelebihan dan kekurangan anak, tidak membeda-bedakan anak yang satu dengan yang lain.
·         Menjalin hubungan yang harmonis dan akrab dengan anak.
Dengan semua itu, maka akan terbentuk pribadi peserta didik yang mandiri. Yang juga implikasi untuk keadaan dunia pendidikan yang akan semakin berkembang. (Baharuddin. 2009).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Strategi Pembelajaran Induktif dan Deduktif

Hakekat Strategi Belajar Mengajar dan Teori-teori Belajar

Perkembangan Peserta Didik: Kebutuhan dan Pemenuhannya